Suatu siang, ketika suara-suara begitu bising di
telinga, seorang gadis berkerudung hitam nampak menikmati pekerjaannya sebagai
penjahit pabrik. Gadis itu kurus, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
pendek. Wajahnya yang biasa saja terlihat bersinar karena keceriaan yang selalu
digenggamnya. Sekali-kali gadis itu melap keringat yang mengucur di wajahnya.
Suasana panas di ruangan nan besar itu membuatnya gerah, tapi tidak hatinya.
Hampir setiap hari ia menghabiskan waktu untuk
menjahit jaket. Karena itulah profesinya saat ini. Ia adalah seorang buruh
pabrik jaket di kotanya. Seakan tak mengenal lelah, ia berangkat pagi dan
pulang malam untuk menuliskan cerita di pabrik. Kadang di hari libur nasional
pun, ia tetap bekerja.
Siang itu ia serius menjahit kain-kain yang akan
dijadikan jaket. Namun ketika ia melemparkan pandangan ke arah pintu masuk, ia
melihat sesosok pria. Sosok pria itu tidak jelek, lumayan tampan, sehingga
gadis itu tertarik untuk terus melihatnya. Pria itu tak begitu asing dalam
pandangannya. Otaknya pun berputar ke masa lalu. Ia mencoba mengingat sosok
pria itu. Sampai ingatannya terhenti ketika ia bekerja di pabrik yang dulu.
Pria itu pernah menjadi rekan kerjanya. Meski tidak terlalu akrab, gadis itu
mengenal pria yang kini menjadi karyawan baru.
Yola, gadis itu bernama Yola. Yola tak pernah
menduga satu hal tentang pria itu. Ketika jam istirahat telah tiba, ia tak
sengaja berpapasan dengan pria yang telah menarik perhatiannya sedari tadi.
Pria itu tersenyum kepadanya.
Pria itu menyapa Yola, “Hai cantik! Dulu kamu
bekerja di PT. Asia, ya?”
Yola tertegun menatapnya dan membalasnya dengan
mengangguk.
“Aku Dimas,” pria itu menyodorkan tangannya untuk
berjabat tangan dengan Yola.
Yola hanya terdiam.
“Boleh aku minta nomor handphome-mu?”
Diam. Yola tetap terdiam. Ia mencoba untuk tidak
menghiraukan Dimas, meski hatinya ingin menjabat Dimas. Yola terdiam bukan
karena sombong. Ia hanya menjaga perasaan seseorang di belakang Dimas,
mantannya.
Seketika harapannya untuk bersama Dimas mulai
meredup. Ternyata Dimas telah mengetahui tentang cintanya di masa lalu. Ia
pernah menjalin kasih bersama Anto, yang kini menjadi atasannya Dimas. Dan
Dimas mengetahui itu.
Sampai ia pun mencoba untuk mengungkapkan isi
hatinya, bukan kepada Dimas tapi kepada sahabatnya. Ia menceritakan semua
tentang perasaan yang ia pendam. Ia ingin bersama Dimas, tapi ia tak berani
mengungkap cintanya kepada Dimas.
Namun sahabatnya itu malah menjalin kasih dengan
Dimas. Ia sempat kecewa, sangat kecewa. Seseorang yang dianggapnya dapat mengerti
suasana hatinya, malah merusak semua rasa. Seharusnya ia tak pernah
mengungkapkan rasa itu kepada sahabatnya. Terlihat gurat penyesalan dalam
hatinya. Ia terus membuat sindiran untuk sahabatnya itu. Tidak, wanita itu
bukan sahabatnya! Seorang sahabat tidak mungkin mengingkari sahabatnya. Seorang
sahabat pasti mengerti keadaan sahabatnya. Seorang sahabat pasti menahan diri
untuk tidak mengungkapkan cinta kepada orang yang juga dicintai sahabatnya.
Karena seorang sahabat adalah tempat untuk saling mengerti dan memahami
kehidupan.
Yola mencoba melupakan semua tentang Dimas. Namun
bayangan Dimas semakin jelas tergambar di hatinya. Cintanya kepada Dimas tak
mudah terhapuskan. Sampai ia tahu bahwa Dimas pun menyimpan rasa suka kepada
Yola.
Dan mereka mulai berbicara tentang cinta. Meski
kebingungan meliputi batin mereka. Mereka tetap saling bersua. Menjalin hari
dan merajut perasaan yang tak pantas dilakoni. Cintanya terbayang-bayang oleh
kenyataan. Dimas tak sendiri, ia masih berstatus sebagai kekasih dari sahabat
Yola.
Hujan menyelimuti hari. Orang-orang di pabrik
termasuk Yola, masih berdiri di depan pabrik. Mereka menunggu redanya hujan,
seakan-akan menikmati setiap rintik yang mulai menghapuskan hausnya bumi.
Yola terdiam menatap hujan. Baginya hujan selalu
menyimpan cerita indah. Memorinya tertuju kepada Dimas. Ia mengingat awalnya
berkisah bersama Dimas. Kala itu ia bermain dengan hujan, menengadahkan tangan,
menutup mata, meresapi dinginnya hari, juga merasakan setiap rintik hujan yang mendarat
di telapak tangannya. Tanpa ia sadari, di sebelahnya berdiri seorang pria. Pria
itu menebarkan senyumannya yang manis. Begitu manis menusuk hati Yola yang
sedang gundah. Namun hujan reda dengan begitu cepat. Melenyapkan senyuman dari
pria yang tak dikenalnya. Sejak saat itu, ia membungkus perasaannya kepada
Dimas, pria di balik rintik hujan.
Dan hari ini, Yola melakukan hal yang sama.
Menengadahkan tangan, menutup mata, meresapi dinginnya hari, juga merasakan
setiap rintik hujan yang mendarat di telapak tangannya. Namun kali ini dengan
perasaan yang berbeda. Ia mencoba menghayati keadaannya. Kebingungan akan
cinta.
“Masihkah kau mengingat ketika pertama kali kita
bertemu?” tanya seorang pria yang berdiri di belakang Yola.
Yola membuka matanya dengan perlahan, sedangkan
tangannya masih merasakan rintik hujan. “Aku tidak akan pernah lupa semua
tentang kita. Pertemuan kita kala itu adalah simbol cerita kita. Sampai saat
ini, rasa yang dulu pernah ada akan tetap bermain dalam ingatanku. Meski ada
sesuatu yang tak mungkin bisa kita ingkari. Tetap saja dalam kebingungan ini,
selalu ada nama cinta yang terukir atas namamu, Dimas.”
Dimas berdiri di samping Yola dan mengikuti apa yang
dilakukan Yola. Dimas ikut merasakan rintik hujan. “Maafkan aku. Maafkan aku
tentang cinta yang datang terlambat ini. Maafkan aku telah melukai hatimu
karena aku telah menjadi kekasih sahabatmu.”
“Sudahlah!” Yola menatap Dimas. “Aku tidak
memikirkan hal itu. Dia tidak tahu apa-apa tentangmu. Aku dan dia sama-sama tidak berhak atasmu. Semua ini salahku.
Seharusnya dulu aku tidak mengacuhkan kehadiranmu. Seharusnya aku tidak
mencintaimu.”
“Tidak! Kau tidak salah. Aku tahu perasaanmu. Kau dilema,
kan? Karna statusku?”
Yola terdiam. Dimas pun terdiam. Mereka sama-sama
terdiam. Namun batin mereka seperti masih berbicara tentang cinta.
Yola mulai merasakan air mata yang membanjiri
hatinya. Ia menangis dalam hati. Ia ingin memberontak, tapi ia tak bisa melawan
takdir. Ia pun sadar diri, bahwa cintanya hanyalah sesaat. Sesaat dia menatap
hati yang telah dimiliki.
Yola dan Dimas. Mereka saling mencinta, tapi tidak
dengan takdir.
Seiring dengan perjalanan hari, mereka sama-sama
merasakan kelunya lidah untuk saling bertegur sapa. Ada ketidakpantasan yang
menjulang dalam kisahnya. Yola, gadis itu kini menyikapi setiap larangan dalam
cinta. Dimas, pria itu mencoba menyerah. Mereka sama-sama mengalah akan takdir.
Cinta yang ada tak mungkin untuk selamanya.
Waktu semakin menunjukkan perubahan sikap Dimas.
Seolah-olah Dimas telah melupakan cerita bersama Yola. Ketika bertatapan muka
pun, tak ada sepatah kata yang mereka ucapkan. Semua berbeda. Begitu berbeda.
Cinta sesaat itu memberi makna terdalam bagi Yola. Bukan tentang sahabat yang
diam-diam menikungnya dari belakang. Tapi tentang kehidupan nyata yang dijalani
Dimas.
Yola terlelap dalam cinta Dimas. Meski kini berbeda,
cinta itu tetap ada. Cinta itu tak kan pernah terlewatkan, meski cinta itu tak
kan pernah bersatu. Cinta itu tak mesti saling bersama. Cinta itu tak pernah
salah. Cinta itu tak pernah menyakiti, kecuali orang-orang yang berdiri
menyalahi cinta. Cinta itu tetap cinta, meski ia tahu cinta itu terlarang. Dan
cinta itu tetaplah Dimas, meski cinta itu hadir untuk suami orang.
nb: Kupanggil Cinta Meski Terlarang inspired by my friend's story