Perjalanan hidupku tidak
semulus yang dibayangkan orang. Aku pernah frustasi dan melupakan Tuhanku karena
seorang pria. Pria itu telah menduakan cintaku di saat kita telah bersama dalam
masa satu setengah tahun. Detik-detik hariku bersamanya selalu dihiasi dengan
pertengkaran. Kita jarang sekali akur. Sampai akhirnya dia merasa jenuh di saat
aku merasakan kenyamanan dalam dekapannya. Dia memilih untuk mencari wanita
lain yang mampu membahagiakannya.
Awalnya aku melihat
panggilan terakhir di ponsel pria itu. Aku melihat ada panggilan keluar dengan
nama kontak "ADE". Aku mulai curiga akan sosok "ADE" yang
telah diteleponnya. Tanpa basa-basi aku bertanya tentang orang itu. Pria itu mengelak
kecurigaanku. Dia berkata bahwa "ADE" yang berada di kontaknya adalah
nomor teman dari adiknya. Aku masih belum percaya dan mencoba untuk menghubungi
nomor itu. Orang di seberang sana mengangkat teleponku tapi dia hanya diam
tanpa sepatah katapun.
Aku terus marah kepada
pria itu, tapi pria itu terus mencari-cari alasan. Sampai pada puncak amarahku,
aku melempar ponselku. Pria itu mengambil bagian-bagian dari ponselku yang
berserakan di lantai. Kemudian aku meminta pria itu agar mengantarkanku pulang.
Namun belum sampai rumah, aku meminta dia menghentikan laju motornya. Setelah
itu aku meminta dompetnya dan merebut dompet juga ponsel dari tangannya. Aku
terus memaksa agar dia mengaku, tapi dia tetap menutupi identitas orang itu.
Dia terus berusaha
mengambil dompetnya, namun aku tetap memaksanya untuk memberitahu identitas perempuan
itu. Aku tidak bisa dibohonginya. Aku selalu bisa menebak perilakunya. Aku
sangat yakin kalau perempuan itu adalah selingkuhannya.
"Kembalikan
dompetku!" teriak pria itu.
Aku membalasnya dengan
berteriak, "Aku tidak akan mengembalikan dompetmu sampai aku tahu siapa
wanita itu!"
Dia semakin bertambah
kesal dan sangat marah kepadaku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku. Dia
pulang ke rumahnya, sedangkan aku pergi ke rumah temanku. Dia terus mengirim
pesan kepadaku agar aku mengembalikan dompetnya. Dia meminta agar aku
mengembalikan SIM yang ada dalam dompetnya, meskipun aku tidak memberikan
dompet dan ponselnya.
Sesampainya di rumah
temanku, Ayah dan Ibunya mencoba untuk meneleponku. Aku tetap tidak
menghiraukan mereka. Aku mematikan ponselku dan menceritakan semuanya kepada
temanku. Hari itu, aku tidak pulang ke rumah dan tidak memberi kabar kepada
keluargaku. Aku menginap di rumah temanku.
Keesokan harinya aku
menyalakan ponselku, aku mencoba untuk menghubungi nomor yang menjadi
perdebatanku dengan pria itu. Orang di seberang sana mengangkat teleponnya.
Ternyata benar dugaanku, perempuan itu adalah kekasih baru pria itu. Aku
berkata kasar kepada perempuan itu, namun perempuan itu langsung menutup
teleponnya.
Aku terus menangis dan
menghubungi pria itu agar dia mengantarkanku ke rumah perempuan itu. Aku ingin
dia memutuskan perempuan itu di hadapanku. Sampai aku janjian di kampus
adiknya. Aku terus memaksa dia agar memutuskan perempuan itu. Tapi dia tetap
tidak mau. Pria itu malah meludahiku. Aku merasa sangat hina ketika dia
meludahiku.
Aku tidak berhenti
menangis, aku berlari meninggalkannya. Dia terus berusaha untuk mengambil
dompetnya. Ibunya pun ikut mencariku. Aku sengaja tidak makan dan aku begitu
frustasi dengan kejadian itu. Aku membeli empat tablet di warung pinggir jalan,
kemudian aku meminumnya. Aku semakin putus asa. Aku merasa hidupku telah
berakhir ketika dia mengirim pesan kepadaku, dia menyumpahiku, "Dasar
wanita gila!!! Aku sumpahin kamu biar gila!!!"
Matahari mulai memasuki
ruang malam, aku memutuskan untuk mengembalikan dompet dan ponselnya. Aku
diantar temanku untuk pergi ke rumahnya dan meminta maaf kepada orang tuanya.
Aku tidak mendapati dia di rumahnya. Aku meunggu dia pulang. Badanku sudah
terasa sangat tak karuan, mungkin efek dari perut kosong dan obat yang ku minum
tadi.
Dia pun tiba di
rumahnya, dia mengantarkanku pulang. Sepanjang perjalanan dia memarahiku. Dia
sangat membenciku. Aku meminta maaf kepadanya, tapi dia tidak memaafkanku. Aku
tahu dia sudah jenuh dengan cintaku yang selalu mengurungnya di dalam sangkar
yang menyesatkannya. Aku tahu aku salah selalu menyalahkannya dalam segala hal.
Aku berusaha untuk
memperbaiki hubunganku dengannya, tapi dia lebih memilih perempuan itu. Dia
terus mengabaikanku. Selama seminggu aku tidak makan dan jarang tidur. Aku
tidak berhenti menangis. Badanku sangat kurus sekali. Ayah dan Ibuku menangis
melihatku seperti orang yang setengah gila. Ayahku pun berkata, "Kalau
kamu mati, ayah juga akan mati!" Aku sangat merasa berdosa melihat Ayah
dan Ibu menangis karena mencemaskanku. Kemudian Ibuku membacakan doa NUR BUWAT
dan meminumkanku air putih.
Aku mulai mendapati
pencerahan, aku pergi ke seseorang untuk berobat. Katanya aku diguna-guna oleh
pria itu. Aku percaya dan aku memintanya untuk melepaskanku. Aku menjalani
setiap sarannya. Tapi aku masih tetap saja tidak bisa melupakan pria itu.
Setiap waktu berdetik,
aku memikirkan daftar kesalahanku. Aku mulai sadar. Seseorang yang mengobatiku
meminta pertolongan kepada Allah untuk kesembuhanku, kenapa tidak aku meminta
pertolongan langsung kepada Allah?!
Aku mengikuti saran dari
orang tuaku yang paling mujarab. Setiap hari aku membaca doa NUR BUWAT dan aku
pun tidak melewatkan untuk beristighasah. Kata Ibuku, "Kalau kamu sedang
berada dalam kesulitan dan kamu mengharapkan pertolongan, jangan pernah kamu
menyekutukan Allah dengan mendatangi orang pintar. Cukup beristighasah dan
berdoalah! Allah akan mengeluarkanmu dari kesulitan itu dan akan mengabulkan
doamu, karena itu adalah janji Allah."
Apa yang dikatakan Ibuku
memang benar. Sekarang sudah hampir setahun, aku mampu melupakannya. Doa dan
petuah orang tua adalah obat yang paling manjur di dunia. Aku kembali kepada Allah.
Memohon ampun dan memohon perlindungan-Nya. Dulu aku pernah berdoa kepada Allah
:
"Ya Allah! Jika pria itu adalah jodohku,
maka kumpulkanlah kami dengan baik. Hapuskanlah kebencian dalam diri kami. Jadikanlah
kami sepasang makhluk-Mu yang senantiasa menjalankan hidup ini atas dasar cinta
kami kepada-Mu. Namun jika dia bukan jodohku, maka jauhkanlah dia dari hidupku.
Jangan biarkan aku bertemu dengannya. Bukan maksudku untuk menghapuskan
silaturahmi dengannya, aku hanya ingin memperbaiki hidupku dengan kembali
kepada jalan kebenaran-Mu"
Allah telah membuktikan
janjinya kepadaku. Sampai saat ini aku tidak bertemu dengan pria itu dan
hidupku terasa sangat nyaman dan bahagia setelah aku kembali mendekatkan diri
kepada Allah. Aku sadar, Allah telah menyimpan hikmah di setiap jalan hidupku.
Dulu aku merasa tidak akan bisa hidup tanpanya. Namun ternyata, hidupku lebih
baik ketika aku jauh darinya. Inilah skenario yang telah dituliskan Allah
untukku. Allah itu Maha Adil, Maha Penyayang dan Maha segalanya.
untuk pria itu :
jika kelak Tuhan mempertemukan kita kembali, aku tidak akan lelah untuk memberikan senyuman. Aku tidak pernah membencimu karena aku sadar akan kesalahan yang telah kubuat. :))