Sabtu, 28 September 2013

Kupanggil Cinta Meski Terlarang


Suatu siang, ketika suara-suara begitu bising di telinga, seorang gadis berkerudung hitam nampak menikmati pekerjaannya sebagai penjahit pabrik. Gadis itu kurus, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Wajahnya yang biasa saja terlihat bersinar karena keceriaan yang selalu digenggamnya. Sekali-kali gadis itu melap keringat yang mengucur di wajahnya. Suasana panas di ruangan nan besar itu membuatnya gerah, tapi tidak hatinya.

Hampir setiap hari ia menghabiskan waktu untuk menjahit jaket. Karena itulah profesinya saat ini. Ia adalah seorang buruh pabrik jaket di kotanya. Seakan tak mengenal lelah, ia berangkat pagi dan pulang malam untuk menuliskan cerita di pabrik. Kadang di hari libur nasional pun, ia tetap bekerja.

Siang itu ia serius menjahit kain-kain yang akan dijadikan jaket. Namun ketika ia melemparkan pandangan ke arah pintu masuk, ia melihat sesosok pria. Sosok pria itu tidak jelek, lumayan tampan, sehingga gadis itu tertarik untuk terus melihatnya. Pria itu tak begitu asing dalam pandangannya. Otaknya pun berputar ke masa lalu. Ia mencoba mengingat sosok pria itu. Sampai ingatannya terhenti ketika ia bekerja di pabrik yang dulu. Pria itu pernah menjadi rekan kerjanya. Meski tidak terlalu akrab, gadis itu mengenal pria yang kini menjadi karyawan baru.

Yola, gadis itu bernama Yola. Yola tak pernah menduga satu hal tentang pria itu. Ketika jam istirahat telah tiba, ia tak sengaja berpapasan dengan pria yang telah menarik perhatiannya sedari tadi. Pria itu tersenyum kepadanya.

Pria itu menyapa Yola, “Hai cantik! Dulu kamu bekerja di PT. Asia, ya?”

Yola tertegun menatapnya dan membalasnya dengan mengangguk.

“Aku Dimas,” pria itu menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Yola.

Yola hanya terdiam.

“Boleh aku minta nomor handphome-mu?”

Diam. Yola tetap terdiam. Ia mencoba untuk tidak menghiraukan Dimas, meski hatinya ingin menjabat Dimas. Yola terdiam bukan karena sombong. Ia hanya menjaga perasaan seseorang di belakang Dimas, mantannya.

Seketika harapannya untuk bersama Dimas mulai meredup. Ternyata Dimas telah mengetahui tentang cintanya di masa lalu. Ia pernah menjalin kasih bersama Anto, yang kini menjadi atasannya Dimas. Dan Dimas mengetahui itu.

Sampai ia pun mencoba untuk mengungkapkan isi hatinya, bukan kepada Dimas tapi kepada sahabatnya. Ia menceritakan semua tentang perasaan yang ia pendam. Ia ingin bersama Dimas, tapi ia tak berani mengungkap cintanya kepada Dimas.

Namun sahabatnya itu malah menjalin kasih dengan Dimas. Ia sempat kecewa, sangat kecewa. Seseorang yang dianggapnya dapat mengerti suasana hatinya, malah merusak semua rasa. Seharusnya ia tak pernah mengungkapkan rasa itu kepada sahabatnya. Terlihat gurat penyesalan dalam hatinya. Ia terus membuat sindiran untuk sahabatnya itu. Tidak, wanita itu bukan sahabatnya! Seorang sahabat tidak mungkin mengingkari sahabatnya. Seorang sahabat pasti mengerti keadaan sahabatnya. Seorang sahabat pasti menahan diri untuk tidak mengungkapkan cinta kepada orang yang juga dicintai sahabatnya. Karena seorang sahabat adalah tempat untuk saling mengerti dan memahami kehidupan.

Yola mencoba melupakan semua tentang Dimas. Namun bayangan Dimas semakin jelas tergambar di hatinya. Cintanya kepada Dimas tak mudah terhapuskan. Sampai ia tahu bahwa Dimas pun menyimpan rasa suka kepada Yola.

Dan mereka mulai berbicara tentang cinta. Meski kebingungan meliputi batin mereka. Mereka tetap saling bersua. Menjalin hari dan merajut perasaan yang tak pantas dilakoni. Cintanya terbayang-bayang oleh kenyataan. Dimas tak sendiri, ia masih berstatus sebagai kekasih dari sahabat Yola.

Hujan menyelimuti hari. Orang-orang di pabrik termasuk Yola, masih berdiri di depan pabrik. Mereka menunggu redanya hujan, seakan-akan menikmati setiap rintik yang mulai menghapuskan hausnya bumi.

Yola terdiam menatap hujan. Baginya hujan selalu menyimpan cerita indah. Memorinya tertuju kepada Dimas. Ia mengingat awalnya berkisah bersama Dimas. Kala itu ia bermain dengan hujan, menengadahkan tangan, menutup mata, meresapi dinginnya hari, juga merasakan setiap rintik hujan yang mendarat di telapak tangannya. Tanpa ia sadari, di sebelahnya berdiri seorang pria. Pria itu menebarkan senyumannya yang manis. Begitu manis menusuk hati Yola yang sedang gundah. Namun hujan reda dengan begitu cepat. Melenyapkan senyuman dari pria yang tak dikenalnya. Sejak saat itu, ia membungkus perasaannya kepada Dimas, pria di balik rintik hujan.

Dan hari ini, Yola melakukan hal yang sama. Menengadahkan tangan, menutup mata, meresapi dinginnya hari, juga merasakan setiap rintik hujan yang mendarat di telapak tangannya. Namun kali ini dengan perasaan yang berbeda. Ia mencoba menghayati keadaannya. Kebingungan akan cinta.

“Masihkah kau mengingat ketika pertama kali kita bertemu?” tanya seorang pria yang berdiri di belakang Yola.

Yola membuka matanya dengan perlahan, sedangkan tangannya masih merasakan rintik hujan. “Aku tidak akan pernah lupa semua tentang kita. Pertemuan kita kala itu adalah simbol cerita kita. Sampai saat ini, rasa yang dulu pernah ada akan tetap bermain dalam ingatanku. Meski ada sesuatu yang tak mungkin bisa kita ingkari. Tetap saja dalam kebingungan ini, selalu ada nama cinta yang terukir atas namamu, Dimas.”

Dimas berdiri di samping Yola dan mengikuti apa yang dilakukan Yola. Dimas ikut merasakan rintik hujan. “Maafkan aku. Maafkan aku tentang cinta yang datang terlambat ini. Maafkan aku telah melukai hatimu karena aku telah menjadi kekasih sahabatmu.”

“Sudahlah!” Yola menatap Dimas. “Aku tidak memikirkan hal itu. Dia tidak tahu apa-apa tentangmu. Aku dan dia sama-sama tidak berhak atasmu. Semua ini salahku. Seharusnya dulu aku tidak mengacuhkan kehadiranmu. Seharusnya aku tidak mencintaimu.”

“Tidak! Kau tidak salah. Aku tahu perasaanmu. Kau dilema, kan? Karna statusku?”

Yola terdiam. Dimas pun terdiam. Mereka sama-sama terdiam. Namun batin mereka seperti masih berbicara tentang cinta.

Yola mulai merasakan air mata yang membanjiri hatinya. Ia menangis dalam hati. Ia ingin memberontak, tapi ia tak bisa melawan takdir. Ia pun sadar diri, bahwa cintanya hanyalah sesaat. Sesaat dia menatap hati yang telah dimiliki.

Yola dan Dimas. Mereka saling mencinta, tapi tidak dengan takdir.

Seiring dengan perjalanan hari, mereka sama-sama merasakan kelunya lidah untuk saling bertegur sapa. Ada ketidakpantasan yang menjulang dalam kisahnya. Yola, gadis itu kini menyikapi setiap larangan dalam cinta. Dimas, pria itu mencoba menyerah. Mereka sama-sama mengalah akan takdir. Cinta yang ada tak mungkin untuk selamanya.

Waktu semakin menunjukkan perubahan sikap Dimas. Seolah-olah Dimas telah melupakan cerita bersama Yola. Ketika bertatapan muka pun, tak ada sepatah kata yang mereka ucapkan. Semua berbeda. Begitu berbeda. Cinta sesaat itu memberi makna terdalam bagi Yola. Bukan tentang sahabat yang diam-diam menikungnya dari belakang. Tapi tentang kehidupan nyata yang dijalani Dimas.


Yola terlelap dalam cinta Dimas. Meski kini berbeda, cinta itu tetap ada. Cinta itu tak kan pernah terlewatkan, meski cinta itu tak kan pernah bersatu. Cinta itu tak mesti saling bersama. Cinta itu tak pernah salah. Cinta itu tak pernah menyakiti, kecuali orang-orang yang berdiri menyalahi cinta. Cinta itu tetap cinta, meski ia tahu cinta itu terlarang. Dan cinta itu tetaplah Dimas, meski cinta itu hadir untuk suami orang.

nb: Kupanggil Cinta Meski Terlarang inspired by my friend's story


Rabu, 18 September 2013

I Love Accounting

     Entah kenapa setiap aku mendengar kata "Akuntansi" yang ada di pikiranku adalah kebahagiaan. Entah karena aku terlalu obsesi akan Akuntansi, entah karena aku begitu antusias akan profesi Akuntan, atau karena aku sangat mencintai Akuntansi. Bila ada yang membahas tentang Akuntansi, aku selalu menyimaknya dengan sungguh-sungguh. Tidak hanya mendengarkan dan melihat, tapi otak dan hatiku juga meresapi setiap pembahasan yang berkaitan dengan Akuntansi. Namun saat ini aku bukanlah ahli Akuntansi. Aku hanyalah seorang bankir biasa, yang masih mengejar passionku. Aku hanyalah seorang mahasiswi kelas karyawan yang ingin terus mencari ilmu, bukan hanya ilmu untuk di dunia, tapi juga ilmu untuk bekalku di akhirat nanti.
     Kadang aku ingin menangis ketika aku merasa lelah, namun aku masih harus melanjutkan perjalanan dari Cianjur menuju Sukabumi untuk menuntut ilmu di malam hari. Atau ketika Ramadhan, tak jarang aku harus berbuka puasa di bus, teman setia yang selalu menemani perjalananku untuk berkuliah. Tetapi, aku harus tetap semangat demi mengejar impianku.
     Demi mengejar impianku itu, aku tidak selalu berjalan di atas tanah yang mulus. Terkadang banyak saja ranjau yang terkubur di tanah itu. Aku bekerja dari pagi sampai sore dan kuliah di malam hari. Tak jarang aku sering pulang larut malam, bahkan menginap di rumah teman. Semua itu ku perjuangkan demi satu kata "Akuntansi". Satu kata yang kuyakini akan membawaku kepada kebahagiaan. Bukan hanya kebahagiaan untuk diriku, tapi juga untuk orang-orang di sekitarku, terutama keluarga.
     Aku tidak sedang terobsesi dengan Akuntansi. Aku hanya mencintai Akuntansi, karena itu profesi yang bisa kukembangkan. Terkadang aku ingin keluar dari zona nyamanku dalam Akuntansi, tapi aku juga ingin fokus terhadap cita-citaku itu. Namun, meski aku mencintai Akuntansi, tetap saja yang paling utama adalah mencintai Allah S.W.T.. Karena dengan mencintainya, semua akan terasa lebih mudah untukku menggapai apa yang aku butuhkan.