Rabu, 28 Oktober 2015

Don't Judge Him by The Cover

Pagi itu dia mengantarku pada satu tempat. Tempat yang akan mengantarkanku pada cita-cita. Dan kita datang terlalu cepat. Seperti yang selalu dia bilang, harus gesit. Yes, hari itu aku gesit. Aku sudah tiba di tempat itu sejam sebelum acara dimulai.
Kemudian kita duduk di bawah pohon sambil menikmati minuman. Aku menyeruput teh tarik dan dia menyeruput kopi. Dan dia memulai tingkah konyolnya. Mengisap rokok tanpa dibakar. Memang setelah kejadian sebulan lalu saat paru-parunya dimasukkan selang (saat operasi), dia sama sekali tidak berani lagi untuk merokok. Aku hanya bisa tertawa memperhatikanya yang sebenarnya sangat ingin membakar rokok itu.
Dengan penampilannya yang rocker abis, dia menungguku di antrian sampai aku masuk gedung. Dia pun menyuruhku untuk tenang. Setelah itu, dia pergi entah kemana. Sedangkan aku melangkah dengan penuh harapan. Untuk pertama kalinya aku mengikuti jobfair. Deg-degan, namun tetap tersenyum.
Setelah selesai memasukan lamaran ke berbagai perusahaan, aku menghampiri dia yang ternyata sedari tadi menungguku di luar gedung. Aku kira dia pergi ke mana, ternyata dia tetap menungguku. Dia memang tidak mudah ditebak. Jika melihatnya sekilas, mungkin yang ada dipikiran orang lain tentangnya adalah hal-hal negatif. Tapi di balik semua itu, jika tau hatinya, dia sangat baik. Hanya omongannya saja yang kurang enak didengar. Dia mampu membuatku berkali-kali jatuh cinta padanya. Mengantarkanku jam 4 pagi pun dia lakukan.
Walaupun dia punya segudang cerita yang menyesakkan dadaku, tapi itu hanyalah masa lalunya. Dan aku sadar diri, tidak satupun manusia yang sempurna. Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan.
Dari diriya aku belajar untuk berdamai dengan masa lalu dan jangan menilai orang dari luarnya saja. Jika tidak bisa melihat dengan mata kiri, maka lihatlah dengan kedua mata. Namun jika dengan kedua mata tetap tidak terlihat, maka lihatlah dengan mata kanan.

Rabu, 21 Oktober 2015

Gadis itu!

Dia adalah gadis yang memiliki ego tinggi. Dia sering gagal dalam menjalin hubungan percintaan. Masalahnya ada pada dirinya sendiri. Dia terlalu egois, merasa dirinya selalu benar. Dia hanya bisa mencari kesalahan dan mengkoreksi kekurangan orang lain tanpa memikirkan perasaan orang lain. Dia hanya peduli akan perasaannya.
Kini dia merasa hampa di tengah keheningan malam. Justru ego yang menghancurkan hidupnya sendiri. Dia kehilangan arah. Dia hanya bisa menangis, seolah-olah dia berada pada kesedihan yang mendalam.
Dulu dia selalu ingin dimengerti. Tapi kini dia bertemu dengan seorang pria yang begitu jujur, bahkan pria itu jujur tentang apa yang dirasakannya kepada gadis itu. Pria itu jujur tentang ego gadis itu, tanpa menutup-nutupinya dengan pujian. Apa yang dikatakan pria itu adalah kenyataan. Meski kenyataan itu terasa pahit bagi gadis itu.
Dan kini, gadis itu mulai memperbaiki dirinya. Meski dia masih sedikit bersedih. Dia mencoba memahami dan mencerna setiap perkataan pria itu. Dia mencoba untuk mengerti perasaan pria itu.
Dan dalam kehampaan. Gadis itu melangkah pada kehidupan yang jauh lebih baik. Sudah saatnya bergerak jauh, melupakan ketakutan masa lalu. Karena di ujung jalan yang berliku, ada tempat yang indah. Dan di keheningan malam, ia menuliskan ceritanya, berbagi dengan orang lain tentang rasa saling menghargai, memahami dan kejujuran yang pahit tapi terasa manis.