Minggu, 05 Januari 2014

Aku dan Menulis



Yeah dan akhirnya aku kembali memenangkan lomba. Waktu tanggal 02 Januari 2014, aku mendapatkan kabar gembira. Ketika pulang kerja dan aku masih berdiam diri di angkot, aku menghidupkan paket data ponsel  yang memang selalu dimatikan dengan alasan menghemat baterai, aku mendapat pemberitahuan mention Twitter. Kemudian aku membuka twitter dan ternyata aku mendapatkan mention dari HW Prakoso (@hertantyo_dk) yang merupakan salah satu juri dari lomba cerpen #TeenLigi #UNSA. Aku merasa sangat bahagia bisa kembali memenangkan lomba.
Sesampainya di rumah, aku mendapati Mama yang baru pulang liburan dari Bogor. Aku langsung berteriak memanggil Mama dan memeluknya. Aku langsung menceritakan kebahagiaan yang aku dapatkan di awal tahun ini kepada Mama dan Bapa. Sambil membuka laptop dan mencoba melihat web divapress untuk meyakinkan kemenanganku, aku terus bercerita kepada Mama dan Bapa tentang apa yang kutulis.
      Alhamdulillah, aku melihat judul cerpen dan namaku berada di urutan ketiga. Namun pengumuman pemenang cerpen itu tidak diurutkan berdasarkan juara akan tetapi diurutkan berdasarkan abjad dari judul cerpen. Mama dan Bapa ikut merasakan kesenanganku. Bahkan Bapa lebih senang melihatku bermain dengan tulisan ketimbang bermain dengan angka yang selama ini menjadi pekerjaan tetapku.
            Aku sangat tidak menyangka bisa memenangkan lomba cerpen itu. Aku pun tidak tahu ketika aku masuk 30 besar di lomba itu. Aku memang menulis cerpen itu hanya untuk berbagi dengan sesama, bukan sekadar untuk memenangkan lombanya. Jadi aku jarang melihat update pemenang lomba, aku hanya tahu hasil akhir dari lombanya.
Untuk pertama kalinya cerpenku juara. Padahal waktu itu aku pernah mengikuti lomba yang serupa dan aku pernah gagal. Karena waktu awal tahun 2013, aku baru mencoba mengikuti lomba menulis. Entah apa yang ada di benakku, aku mencoba untuk menggapai passionku dalam menulis. Dan aku udah sering gagal dalam lomba menulis. Namun semua kegagalan tak membuatku menyerah. Aku berusaha untuk terus memperjuangkan passionku. Aku lebih sering membaca dan membeli buku, apalagi menulis, meski hanya menulis sebuah curhatan atau puisi. Pokoknya big thanks untuk Grup Untuk Sahabat dan Penerbit De Teens yang kayaknya adalah jodohku.
          Bahkan di akhir tahun dan awal tahun, meski aku dikelilingi banyak pekerjaan di kantor karena harus mengerjakan banyak laporan dan menghadapi audit dari Kantor Akuntan Publik dan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan, aku tetap semangat meluangkan waktu untuk menulis. Bagiku menulis itu bukan tentang sebuah passion, tapi juga tentang sebuah kepuasan. Bagaimana aku bisa menumpahkan semua yang kurasakan. Menulis bukanlah suatu beban, tapi menulis adalah penghapus beban. Menulis adalah pekerjaan yang paling membuatku bahagia dan merasa sangat nyaman dalam mengerjakannya. Aku bebas mengekspresikan diri lewat tulisan.
         Aku mulai mencintai tulisan sejak kelas VIII SMP. Ketika guru Bahasa Indonesia memberi tugas resensi buku dan sering memberi tugas untuk membuat karya ilmiah. Sampai kelas IX SMP, beliau selalu memberi tugas menulis dan mengajarkan Bahasa Indonesia dengan sangat baik. Sehingga membuat aku merasa bangga bisa menjadi muridnya. Beliau memang tegas, namun ketegasan beliau sangat memberi arti. Kini semua terasa ketika aku mulai beranjak dewasa. Apa yang telah beliau ajarkan begitu sangat bermanfaat. Aku ingin mengucapkan terima kasih secara langsung kepada beliau, tapi itu tidak mungkin. Karena kini kami sudah berada di dunia yang berbeda. Aku hanya bisa berterima kasih kepada beliau lewat doa dan tahlil.
Dulu ketika masih sekolah, seorang murid pasti menyimpan rasa kesal kepada guru yang terlalu tegas, termasuk aku sendiri yang memandang sebelah mata ketegasannya. Kini aku merasakan sendiri manfaat dari ketegasan itu, semuanya beralasan. Ketegasan para guru itu adalah modal untuk masa depan. Apa yang mereka ajarkan pasti bermanfaat.
Kemudian ketika masuk SMK, aku kembali bertemu dengan guru Bahasa Indonesia yang paling ribet. Ijin ke toilet saja harus berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD. Dulu aku dan teman-teman menganggap beliau guru paling nyebelin, tapi sekarang anggapan tentang nyebelin itu berbalik kepada diriku sendiri. Kenapa dulu aku berpikiran seperti itu, padahal pada akhirnya semua itu memberikan manfaat yang besar.
Banyak sekali kisah tentang guru-guru Bahasa Indonesia yang pernah mengajarku. Termasuk ketika aku kelas XII SMK. Kata temanku, guru Bahasa Indonesia jadi sering nongkrong di kelas kita gara-gara aku yang senang pelajaran Bahasa Indonesia. Pertama karena nilaiku yang selalu bagus ketika Ulangan, bahkan aku pernah mendapat nilai sempurna, nilai seratus karena soal yang diberikan adalah tentang menulis. Kedua, setiap ada tugas, aku selalu menjadi orang pertama yang menyelesaikannnya, bahkan waktu itu ketika ada tugas membuat puisi menggunakan sepuluh majas dan satu majas untuk satu puisi, cuma aku yang telah menyelesaikan tugas hari itu juga dan yang lainnya menyelesaikan tugas dalam waktu satu minggu.
Walaupun kini sudah berbeda keadaannya. Karena waktu dulu aku bisa menulis satu cerita dalam waktu dua jam, itupun sambil menonton televisi, berbeda dengan sekarang yang butuh waktu satu sampai dua hari untuk satu cerita.  Namun semangatku untuk menulis, kini lebih menggebu. Aku lebih bersemangat untuk berbagi lewat tulisan. Aku harus menempuh perjalanan yang tidak mulus untuk mengejar passionku dalam menulis. Semuanya butuh waktu dan proses.


NB: Rest in Peace for Pak Syamsul Arifin (Guru Bahasa Indonesia SMP)

0 komentar: