Jumat, 11 April 2014

Cerita Seorang Harapan



Dua tahun yang lalu gadis itu putus asa. Ia meminta Tuhan untuk mencabut nyawanya tepat di usia yang ke-21. Semua harapannya mati seketika karna seorang pria. Sampai berkali-kali ia mencoba menyakiti dirinya. Ia memukul kepalanya dengan cermin, sampai cermin itu retak. Ia meminum banyak obat sekaligus. Ia sering menangis dan mengunci diri di kamar.
Gadis itu benar-benar telah hilang arah. Ia lupa diri dan menggila. Ia lupa bahwa Tuhan selalu ada untuknya. Teman-temannya pun menganggapnya gila. Padahal ia terkenal pintar dan cantik. Tapi kecantikan dan kepintarannya itu terasa percuma, ketika ia tak bisa mengontrol dirinya sendiri.
Semakin hari ia semakin gila akan cinta. Tidak hanya matanya yang buta, hatinya pun lebih buta dari matanya. Ia begitu membenci logikanya sendiri. Ia membenci firasatnya yang selalu benar-benar terjadi.
Dan puncak kegilaannya meradang ketika ia tahu telah diselingkuhi seorang pria. Hatinya semakin kacau. Ia ingin membunuh dirinya sendiri. Ia ingin mati.
Namun waktu terus bergulir dengan indah. Doa orang tua menjadi obat baginya. Cahaya doa itu membuatnya kembali waras.
Ia pun memasuki dunia baru. Sebuah dunia yang sama persis dengan sinetron. Ia merasa asing di tempat itu. Tapi ia terus bersabar dan bertahan di balik cita-cita. Ia tersenyum dan menangis dalam perjuangannnya. Meski hatinya terkadang ingin berontak. Namun ia tetap saja terdiam.
Ia menikmati proses yang mengalir dalam waktu. Ia tak lelah untuk belajar banyak hal. Walaupun terkadang ia ingin menyerah dan masih saja mengeluh. Tapi semua keluhan itu masih bisa terkalahkan oleh semangat diri.
Semua perkataan yang terhempas untuknya, kini menjadi nyata. Ia menjadi gadis yang layak diperhitungkan. Ia terus meningkatkan kualitas diri. Dan dunia mulai memperhatikannya. Apa yang dicari kini berbalik mencarinya.
Dunia memang tak selalu kejam. Ada kalanya kebahagiaan yang mencari diri. Kesuksesan kini sudah di pelupuk matanya. Dengan bermodalkan doa orang tua, kini ia telah bangkit dari keterpurukan. Masa lalu yang kelam, tak membuat masa depannya ikut kelam. Dulu ia memang gila. Tapi sekarang Tuhan telah mewaraskannya dan menganugerahkan kebahagiaan untuknya. Karna seperti itulah kehidupan.

0 komentar: