Kali ini ada cerita menarik tentang pasangan suami
istri. Tepatnya di daerah pasir hayam Cianjur, ada dua wanita dan seorang
lelaki paruh baya yang naik bis. Mereka bertiga berjalan berurutan. Kakek itu
berjalan paling depan, disusul oleh istrinya dan disusul lagi oleh seorang wanita
paruh baya yang entah siapa.
Ada yang menarik dari kakek itu. Ia memakai kacamata
hitam, berpeci, memakai celana jeans, bersepatu boots dan membawa sebuah kotak
dari kayu yang tampak seperti alat musik yang biasa digunakan untuk mengamen. Sedangkan
istrinya dan wanita yang lebih muda dari nenek itu memakai kerudung.
Nampaknya kakek itu seorang tunanetra. Ia berjalan
dengan dituntun oleh istrinya dan menggunakan tongkat.
Namun, karena bis sudah penuh, mereka duduk terpisah.
Sang Kakek duduk di belakang, sedangkan istrinya duduk di kursi bagian depan.
Sesekali nenek itu melirik ke belakang. Ia
memperhatikan suaminya. Dari wajahnya terlihat raut muka khawatir. Ketika
suaminya memanggil, nenek itu bergegas menghampiri suaminya. Dengan sigap, ia
berjalan.
Rasa kagumku muncul ketika aku melihat nenek itu
menuntun suaminya. Dan suaminya memanggil nenek itu dengan sebutan
"Nyai". Sampai setua itu, mereka terlihat akur. Saling menopang satu
sama lain. Terutama Sang Nenek yang setia menjaga suaminya, bagaimanapun
kondisinya.
Dari sudut lain di bis, aku melihat satu keluarga, ayah,
ibu, satu anak laki-laki, dan dua orang balita. Keluarga itu membawa banyak
barang. Anaknya yang laki-laki, kira-kira berumur 8 tahun, membantu ayahnya
membawa barang.
Mereka duduk di belakangku. Anaknya yang masih bayi,
terus bersuara. Rewel. Sampai ayahnya menggendongnya sambil berdiri. Namun anak
itu masih saja rewel. Ayah dan ibunya silih berganti menggendongnya.
Pada saat mereka akan turun dari bis. Ayahnya sibuk
membawa barang-barangnya ke depan bis. Kemudian Ibunya mengikuti ayahnya untuk
duduk di depan. Disusul dengan anaknya yang balita, yang juga berjalan mandiri,
meski sambil memanggil ibunya. Dan anak laki-laki yang juga berjalan sambil
membawa barangnya.
Dari keluarga itu, aku melihat kebahagiaan yang
sederhana. Ayahnya selalu menampakkan senyum. Dan anak laki-laki itu yang rajin
membantu orang tuanya. Meski barang bawaannya cukup berat, ia tetap membantu
orang tuanya.
Perjalanan di bis kali ini memberi makna tentang
sebuah hubungan. Tentang kesetiaan dan rasa syukur menerima pasangan apa
adanya. Meski di mata kita mereka nampak sederhana, tapi cinta dan ketulusan
menjadikan yang sederhana menjadi indah dan luar biasa.
0 komentar:
Posting Komentar