Kamis, 25 April 2013

Janji Tuhan

     Perjalanan hidupku tidak semulus yang dibayangkan orang. Aku pernah frustasi dan melupakan Tuhanku karena seorang pria. Pria itu telah menduakan cintaku di saat kita telah bersama dalam masa satu setengah tahun. Detik-detik hariku bersamanya selalu dihiasi dengan pertengkaran. Kita jarang sekali akur. Sampai akhirnya dia merasa jenuh di saat aku merasakan kenyamanan dalam dekapannya. Dia memilih untuk mencari wanita lain yang mampu membahagiakannya.
     Awalnya aku melihat panggilan terakhir di ponsel pria itu. Aku melihat ada panggilan keluar dengan nama kontak "ADE". Aku mulai curiga akan sosok "ADE" yang telah diteleponnya. Tanpa basa-basi aku bertanya tentang orang itu. Pria itu mengelak kecurigaanku. Dia berkata bahwa "ADE" yang berada di kontaknya adalah nomor teman dari adiknya. Aku masih belum percaya dan mencoba untuk menghubungi nomor itu. Orang di seberang sana mengangkat teleponku tapi dia hanya diam tanpa sepatah katapun.
     Aku terus marah kepada pria itu, tapi pria itu terus mencari-cari alasan. Sampai pada puncak amarahku, aku melempar ponselku. Pria itu mengambil bagian-bagian dari ponselku yang berserakan di lantai. Kemudian aku meminta pria itu agar mengantarkanku pulang. Namun belum sampai rumah, aku meminta dia menghentikan laju motornya. Setelah itu aku meminta dompetnya dan merebut dompet juga ponsel dari tangannya. Aku terus memaksa agar dia mengaku, tapi dia tetap menutupi identitas orang itu.
    Dia terus berusaha mengambil dompetnya, namun aku tetap memaksanya untuk memberitahu identitas perempuan itu. Aku tidak bisa dibohonginya. Aku selalu bisa menebak perilakunya. Aku sangat yakin kalau perempuan itu adalah selingkuhannya.
     "Kembalikan dompetku!" teriak pria itu.
     Aku membalasnya dengan berteriak, "Aku tidak akan mengembalikan dompetmu sampai aku tahu siapa wanita itu!"
     Dia semakin bertambah kesal dan sangat marah kepadaku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku. Dia pulang ke rumahnya, sedangkan aku pergi ke rumah temanku. Dia terus mengirim pesan kepadaku agar aku mengembalikan dompetnya. Dia meminta agar aku mengembalikan SIM yang ada dalam dompetnya, meskipun aku tidak memberikan dompet dan ponselnya.
   Sesampainya di rumah temanku, Ayah dan Ibunya mencoba untuk meneleponku. Aku tetap tidak menghiraukan mereka. Aku mematikan ponselku dan menceritakan semuanya kepada temanku. Hari itu, aku tidak pulang ke rumah dan tidak memberi kabar kepada keluargaku. Aku menginap di rumah temanku.
Keesokan harinya aku menyalakan ponselku, aku mencoba untuk menghubungi nomor yang menjadi perdebatanku dengan pria itu. Orang di seberang sana mengangkat teleponnya. Ternyata benar dugaanku, perempuan itu adalah kekasih baru pria itu. Aku berkata kasar kepada perempuan itu, namun perempuan itu langsung menutup teleponnya.
    Aku terus menangis dan menghubungi pria itu agar dia mengantarkanku ke rumah perempuan itu. Aku ingin dia memutuskan perempuan itu di hadapanku. Sampai aku janjian di kampus adiknya. Aku terus memaksa dia agar memutuskan perempuan itu. Tapi dia tetap tidak mau. Pria itu malah meludahiku. Aku merasa sangat hina ketika dia meludahiku.
   Aku tidak berhenti menangis, aku berlari meninggalkannya. Dia terus berusaha untuk mengambil dompetnya. Ibunya pun ikut mencariku. Aku sengaja tidak makan dan aku begitu frustasi dengan kejadian itu. Aku membeli empat tablet di warung pinggir jalan, kemudian aku meminumnya. Aku semakin putus asa. Aku merasa hidupku telah berakhir ketika dia mengirim pesan kepadaku, dia menyumpahiku, "Dasar wanita gila!!! Aku sumpahin kamu biar gila!!!"
    Matahari mulai memasuki ruang malam, aku memutuskan untuk mengembalikan dompet dan ponselnya. Aku diantar temanku untuk pergi ke rumahnya dan meminta maaf kepada orang tuanya. Aku tidak mendapati dia di rumahnya. Aku meunggu dia pulang. Badanku sudah terasa sangat tak karuan, mungkin efek dari perut kosong dan obat yang ku minum tadi.
     Dia pun tiba di rumahnya, dia mengantarkanku pulang. Sepanjang perjalanan dia memarahiku. Dia sangat membenciku. Aku meminta maaf kepadanya, tapi dia tidak memaafkanku. Aku tahu dia sudah jenuh dengan cintaku yang selalu mengurungnya di dalam sangkar yang menyesatkannya. Aku tahu aku salah selalu menyalahkannya dalam segala hal.
     Aku berusaha untuk memperbaiki hubunganku dengannya, tapi dia lebih memilih perempuan itu. Dia terus mengabaikanku. Selama seminggu aku tidak makan dan jarang tidur. Aku tidak berhenti menangis. Badanku sangat kurus sekali. Ayah dan Ibuku menangis melihatku seperti orang yang setengah gila. Ayahku pun berkata, "Kalau kamu mati, ayah juga akan mati!" Aku sangat merasa berdosa melihat Ayah dan Ibu menangis karena mencemaskanku. Kemudian Ibuku membacakan doa NUR BUWAT dan meminumkanku air putih.
    Aku mulai mendapati pencerahan, aku pergi ke seseorang untuk berobat. Katanya aku diguna-guna oleh pria itu. Aku percaya dan aku memintanya untuk melepaskanku. Aku menjalani setiap sarannya. Tapi aku masih tetap saja tidak bisa melupakan pria itu.
   Setiap waktu berdetik, aku memikirkan daftar kesalahanku. Aku mulai sadar. Seseorang yang mengobatiku meminta pertolongan kepada Allah untuk kesembuhanku, kenapa tidak aku meminta pertolongan langsung kepada Allah?!
     Aku mengikuti saran dari orang tuaku yang paling mujarab. Setiap hari aku membaca doa NUR BUWAT dan aku pun tidak melewatkan untuk beristighasah. Kata Ibuku, "Kalau kamu sedang berada dalam kesulitan dan kamu mengharapkan pertolongan, jangan pernah kamu menyekutukan Allah dengan mendatangi orang pintar. Cukup beristighasah dan berdoalah! Allah akan mengeluarkanmu dari kesulitan itu dan akan mengabulkan doamu, karena itu adalah janji Allah."
    Apa yang dikatakan Ibuku memang benar. Sekarang sudah hampir setahun, aku mampu melupakannya. Doa dan petuah orang tua adalah obat yang paling manjur di dunia. Aku kembali kepada Allah. Memohon ampun dan memohon perlindungan-Nya. Dulu aku pernah berdoa kepada Allah :
    "Ya Allah! Jika pria itu adalah jodohku, maka kumpulkanlah kami dengan baik. Hapuskanlah kebencian dalam diri kami. Jadikanlah kami sepasang makhluk-Mu yang senantiasa menjalankan hidup ini atas dasar cinta kami kepada-Mu. Namun jika dia bukan jodohku, maka jauhkanlah dia dari hidupku. Jangan biarkan aku bertemu dengannya. Bukan maksudku untuk menghapuskan silaturahmi dengannya, aku hanya ingin memperbaiki hidupku dengan kembali kepada jalan kebenaran-Mu"
    Allah telah membuktikan janjinya kepadaku. Sampai saat ini aku tidak bertemu dengan pria itu dan hidupku terasa sangat nyaman dan bahagia setelah aku kembali mendekatkan diri kepada Allah. Aku sadar, Allah telah menyimpan hikmah di setiap jalan hidupku. Dulu aku merasa tidak akan bisa hidup tanpanya. Namun ternyata, hidupku lebih baik ketika aku jauh darinya. Inilah skenario yang telah dituliskan Allah untukku. Allah itu Maha Adil, Maha Penyayang dan Maha segalanya.


untuk pria itu :
jika kelak Tuhan mempertemukan kita kembali, aku tidak akan lelah untuk memberikan senyuman. Aku tidak pernah membencimu karena aku sadar akan kesalahan yang telah kubuat. :))

0 komentar: