Senin, 24 Februari 2014

Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK)



Seminggu kemarin memberi banyak arti dalam perjalanan karirku. Menjelang sore, tim auditor dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) datang secara tiba-tiba. Mereka membuat kami gemetar. Aku pun tak tenang dibuatnya, karena aku memperkirakan mereka akan datang minggu depan. Namun perkiraanku meleset, sehingga membuatku stress berat.
Kalau tidak ada salah, pasti akan tenang menghadapinya. Aku memang tidak ada salah, tapi banyak masalah. Kerjaanku belum semuanya selesai, masih terbengkalai. Kedatangan tim auditor membuatku tidak tenang.
Hari pertama kedatangan mereka ke kantor, membuat kami bekerja ekstra. Kami pulang malam demi memenuhi permintaan data dari auditor.
Hari-hari audit pun mulai berjalan. Aku benar-benar dibuat stress. Banyak data yang diminta dan tak terpenuhi. Pertanyaan-pertanyaan mereka pun tak bisa aku jawab. Audit kali ini sangat berbeda dengan audit tahun lalu, ketika auditornya berasal dari BI (Bank Indonesia). Audit tahun ini seolah-olah adalah beban buatku.
Perbedaan audit tahun lalu dengan sekarang adalah masalah kesiapan diri. Tahun kemarin aku sudah mempersiapkan diri dengan mengumpulkan data yang pasti diminta auditor dan tentang laporan yang kupelajari historinya. Sedangkan tahun sekarang, tak ada persiapan apapun. Malahan pekerjaan akhir tahun masih menumpuk sampai saat ini. Ketika tahun lalu, aku yang sering dipanggil auditor. Di ruangan auditor pun tak hanya berbicara tentang masalah kantor, kami masih bisa santai dengan membicarakan hal-hal lainnya. Para auditor memberi motivasi dan masukan kepadaku. Karena mereka tahu tentang diriku yang masih mencari ilmu. Aku pun masih bisa menjawab setiap pertanyaan mereka dan membenarkan kesalahan dari mereka tentang laporan. Alhasil, temuan pun tidak terlalu membludak.
Tahun sekarang, temuan membludak dan hampir membuat kepalaku ikut pecah. Aku tidak kuat menjalani ini. Kinerjaku tahun ini menurun. Aku bisa bekerja di bawah tekanan, tapi aku tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaan seorang diri. Sepintar dan secerdas apapun diriku, pasti ada batas kemampuannya.
Seminggu kemarin, aku susah tidur. Aku memikirkan apa yang terjadi pada diriku saat ini. Aku belum bekerja dengan maksimal. Jauh dari kata sempurna. Aku merasa sedih dengan kondisi saat ini. Sampai aku ingin berhenti berjuang di tempat ini. Sampai emosi menghantarkanku pada kejenuhan. Tapi aku berpikir kembali, aku masih kuliah dan masih banyak yang ingin aku pelajari. Inilah proses yang mahal itu. Ketika kamu terjatuh, bagaimana caramu untuk kembali berdiri. Seandainya aku bekerja di kantor yang jauh dari masalah dan sudah tertata rapi, aku tak akan pernah mengenal proses dan mengerti cara menjadi sukses.
Di tempat inilah aku belajar tentang proses itu. Membangun sebuah perusahaan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Aku harus bisa bertahan di tempat ini. Setidaknya ketika aku berhenti bekerja di sini, aku sudah memberikan yang terbaik untuk perusahaan dengan membereskan semua masalah yang terjadi.
Aku pikir, bekerja itu tidak selalu untuk mengejar materi. Kalau aku ingin dibayar lebih, aku pun harus memperhatikan tentang apa yang aku berikan untuk perusahaan. Bekerja itu tidak harus menuntut. Bekerja itu adalah tentang sebuah ketulusan dan keikhlasan.
Dari audit tahun ini, aku mengaji diri. Aku masih sering mengeluh dan malas dalam bekerja. Aku tak bisa mengendalikan diri. Sampai aku tersadar, betapa buruknya diriku. Dengan kejadian ini pula, aku sadar bahwa Tuhan sangat menyayangiku. Tuhan memberiku masalah seberat ini agar aku mengerti tentang sebuah jalan menuju kesuksesan. Karena Tuhan tak pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umat-Nya, aku yakin kalau aku mampu menyelesaikan semua ini. Aku akan bertahan di tempat ini dan berjuang semampuku. Aku rela dimanfaatkan demi hal yang positif. Aku tidak akan menyerah!!!

0 komentar: